Senin, 11 Maret 2013

Fanfiction [I Will Forget You]





Author            : Watin Sofiyah

Main Cast      :

Kang Hyun Hae
Cho Kyu Hyun

Other Cast     :

Song Hyun Ra
Sim Chang Min

Genre             : soft romance, angst, general

credit pict by : June_Juny Cover

Thank’s  for YOUR inspiration >,<

================================================================

            Sorot matanya menerawang entah kemana. Menembus batas cakrawala hingga menuju dunia lainnya, mungkin? Entahlah. Tak ada yang tahu selain dirinya dan Tuhan. Rambut kecokelatannya dibiarkan terurai menari-nari mengikuti irama angin malam. Sesekali ia memejamkan mata kala angin membelai lembut wajahnya. Dingin memang, tapi dingin itu ditepisnya karena hatinya lebih panas daripada suhu di luar.

            Ia duduk di dekat jendela, memeluk kedua kakinya dan sesekali membenamkan wajahnya diantara kedua kakinya. Hatinya sesak, dan air matanya mendesak untuk keluar. Sekuat tenaga ia coba menahannya dengan cara menggigit bibir bawahnya yang bergetar. Gadis itu beringsut pelan, membenarkan posisi duduknya yang mulai tidak nyaman, menselonjorkan sebelah kakinya sedangkan sebelahnya lagi tetap dalap dalam posisi ditekuk dan bertumpu pada kedua tangannya. Lagi-lagi ia menghela nafas, kemudian menghembuskannya bersamaan dengan beban yang dicoba untuk dikeluarkan.

            Gadis itu bernama Kang Hyun Hae, seorang gadis kecil dengan sejuta mimpi dalam angannya. Gadis keras kepala, namun sangat mudah tersentuh. Gadis yang menyimpan masalahnya sendiri, menangis seorang diri, mengungkapkan masalahnya tanpa diminta dan kecewa karena sedikit diabaikan.

            Seperti saat ini, air matanya mendesak ingin keluar, tapi nuraninya memaksa untuk tersenyum. Menepis gundah yang melanda, hadirkan senyum yang terindah. Ia tidak rapuh atau pun lemah, bahkan ia tergolong dalam Gadis yang kuat dalam menghadapi cobaan. Tapi, bolehkan ia menangis? Saat ia rasa masalahnya terlalu membebani hatinya, sedangkan dirinya tak memiliki teman untuk meluapkan segalanya selain Tuhan dan kertas putih dengan sebuah pena. Terkadang air matanya juga ikut luruh bersamaan dengan kalimat demi kalimat yang terukir indah dalam buku hariannya. Hanya buku itu, buku dengan cover berwarna sky blue kesukaannya yang rela menampung seluruh keluh kesahnya tanpa diminta, tanpa mengharap balas budi, walaupun buku itu tak kan memberikan jawaban atas pertanyaan demi pertanyaan yang bermunculan dalam otaknya, tapi dengan hanya mengungkapkan melalui rangkaian tulisan, Gadis itu merasa ada sedikit celah kelegaan dalam hatinya yang sesak.

            “Harusnya aku bisa melupakannya seperti dia melupakanku.” Lirihnya pada angin malam yang senantiasa menemani kesendiriannya. Gadis itu bukan tak memiliki sahabat, tapi siapa yang perduli padanya jika mereka juga memiliki masalah yang mungkin lebih berat daripadanya? Sejenak ia memejamkan mata dan kembali membukanya. Tangan kanannya meraih ponsel yang tergeletak sangat manis disampingnya. Ia melihat nama yang tertera di layar ponselnya, menghembuskan nafas berat sebelum mengangkatnya.

            “Kau baik-baik saja?” tanya seorang diseberang sana.

            “Tentu.”

            “Kalau begitu, segera tutup jendela kamarmu dan matikan lampunya. Sekarang sudah malam Hyun Hae-ya, kau harus tidur.”

            Hyun Hae menjauhkan ponsel dari telinganya lalu menatap layarnya, “Kenapa kau bisa tahu?” lanjutnya.

            “Aku ada didepan rumahmu. Awalnya aku hanya ingin lewat saja, tapi jendela kamarmu dan kau menarik perhatianku.”

            “Oh.”

            “Kau yakin baik-baik saja? Jika ada masalah aku bersedia menampung keluh kesahmu.”

            “Aku baik-baik saja. Pulanglah, tak perlu memandangku dari kejauhan. Aku tak suka.”

            “Hehehe.. Baiklah, selamat tidur.”

            “Hem.”

            Hyun Hae meletakkan begitu saja ponselnya, matanya menangkap sebuah mobil yang baru saja berbelok di depan rumahnya. Sudut bibir gadis itu terangkat dan tak lama kemudian meredup. Kenapa harus Pria itu yang selalu ada tanpa diminta? Kenapa Pria itu yang selalu tahu tentang kerapuhannya walau terkadang berhasil ia bohongi? Dan kenapa bukan Pria yang selama ini menjadi kekasihnya yang bisa melakukannya?

~oOo~

                Seorang Gadis dengan tubuh pendek untuk ukuran orang Korea sedang berjalan menyusuri pinggiran jalan kota Seoul. Skinny jeans dongker yang dipadukan dengan kaos putih tipis dan blazer merah turut menambah kesan modis Gadis itu.  Rambut panjang kecokelatannya dibiarkan terurai. Langkahnya gontai. Sepanjang perjalanan ia hanya menfokuskan pandangannya lurus ke bawah. Mengamati setiap inci jalan yang akan ditapaki. Sesekali Gadis itu menghentikan langkahnya untuk menghela nafas. Ah! Seharusnya perasaannya tidak kacau di pagi yang cukup cerah ini. Ia tersenyum getir kala retina matanya menangkap sepasang kekasih yang turut berjalan di daerah itu. Ada rasa iri dalam hatinya yang juga menginginkan hal itu, berjalan berdua dengan kekasihnya, saling bergandengan tangan dan diliputi dengan candaan mesra. Ah! Sudahlah! Ia juga tidak tahu apakah ia masih memiliki kekasih atau tidak.

            “Hyun Hae,” panggil seorang Pria yang suaranya sangat akrab di telinganya.

            Hyun Hae―Gadis itu- menghentikan langkahnya tanpa menoleh ke sumber suara. Ia menanti Pria itu menghampirinya dan mengajaknya bicara. Setidaknya dengan kehadirannya, ia bisa sedikit melupakan perih yang baru saja melanda hatinya.

            “Kenapa kau sampai berjalan sejauh ini? Padahal rumahmu cukup jauh dari sini?”

            “Aku hanya mengikuti kemana langkah kakiku akan membawaku, dan ternyata ke jalan ini.”

            “Hyun Hae-ya,” panggil Chang Min―Pria itu- sambil menahan lengan Hyun Hae.

            “Kau kenapa?” tampak raut wajah khawatir terlukis di wajah tampannya.

            “Aku baik-baik saja.” Elaknya di ikuti segaris senyuman yang dipaksakan.

            “Katakanlah. Aku tahu kau sedang berbohong. Masalah apa yang membebani hati dan pikiranmu? Apakah itu Kyu Hyun? Atau masalah lain? Kumohon, jangan menampakkan wajah sedih dan senyum yang dipaksakan. Itu semakin membuatku terluka karena tak bisa melakukan apa pun yang membuatmu bahagia. Hae-ya―

            “Chang Min-ah, sudahlah, tak perlu menyalahkan dirimu. Ini masalahku bukan masalahmu, aku yang merasakan sakit, bukan kau. Jadi, buang jauh-jauh perasaan bersalahmu.”

            “Bagaimana mungkin aku membuang jauh-jauh perasaan itu saat aku melihat raut wajahmu seperti itu? Sekalipun kau coba menyembunyikannya aku masih bisa membacanya.”

            Hyun Hae terkekeh, lalu detik selanjutnya butiran bening itu menetes begitu saja dari sudut matanya. Semakin lama tetesan bening itu berubah menjadi sungai kecil yang mengalir di pipi indahnya. Chang Min menghela nafas dan tanpa memperdulikan sekitar, ia segera menarik tubuh Gadis itu ke dalam pelukannya dengan satu tangan.

            “Bawa aku pergi dari sini. Aku benci air mata ini!” isaknya

            Chang Min melepaskan pelukannya lalu menangkup wajah Hyun Hae dengan kedua tangannya. Mereka benar-benar mengacuhkan pandangan segelintir orang disekitarnya yang menatap mereka. Kedua ibu jarinya ia gunakan untuk menghapus air mata Hyun Hae. Membenarkan letak poni Hyun Hae, lalu menggenggam tangannya dan mengajaknya berjalan.

            Sepanjang perjalanan, Chang Min terus menggenggam erat tangan Hyun Hae tanpa berniat untuk melepaskannya. Dan..apa ini? Kenapa Hyun Hae merasa hatinya sedikit tenang saat Chang Min menggenggam tangannya? Kenapa selalu Pria itu yang ada untuknya? Terbesit dibenak Hyun Hae, apakah Pria tampan disampingnya ini tak lelah menanti hatinya terbuka untuknya?

            “Chang Min-ah.” Panggil Hyun Hae

            “Ya.”

            “Apa kau tak lelah menanti hatiku terbuka untukmu? Aku takut..terlalu menyakitimu.”

            Chang Min membisu. Ia malah menarik tangan Hyun Hae untuk duduk di bangku yang tersedia di depan cafe.

            “Sama seperti perasaanmu pada Kyu Hyun. Terkadang kau juga merasa lelah, 'kan? Tapi kau masih berusaha bertahan di atas luka hatimu. Jadi, jawabanku ada padamu.”

            “Jika kau berjalan cepat, aku juga akan berjalan cepat di belakangmu. Dan jika kau berlari dengan
sangat cepat, aku juga akan berlari dengan sangat cepat di belakangmu.”

            “Kenapa di belakangku? Kenapa tidak mensejajarkan langkah denganku?” Hyun Hae menautkan alisnya tak mengerti.

            “Karena aku lebih suka menjagamu dari belakang dan memberimu semangat ketika lelah, mengatakan bahwa kau bisa mencapai garis finish tanpa perlu berhenti di tengah jalan.”

            “Apakah selamanya akan begini?”

            “Hehehe.. Tentu. Walaupun kau tetap bersamanya, aku akan terus berada dibelakangmu. Walau sebagai sahabatmu.”

            Hyun Hae menatap dalam mata Chang Min. Ah! Lagi-lagi Pria ini mampu membuat hatinya tenang walau hatinya sendiri perih. Ia dan dirinya, sama. Sama-sama tersakiti karena cinta. Lama mereka bertatapan hingga tak menyadari bahwa jarak diantara mereka semakin menipis. Keduanya saling merasakan hembusan nafas yang berhembus pelan. Perlahan Hyun Hae menutup matanya dan menanti pasrah kejadian apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan akhirnya, ia merasa sebuah kecupan mendarat di sudut bibirnya.

            “Kau masih milik Kyu Hyun, aku tak berani,” bisiknya dan sontak membuat Hyun Hae sedikit mendorong tubuhnya.

            Gadis itu bangkit dari duduknya dengan hati dan pikiran yang berkecamuk. Astaga..kenapa ia bisa lupa bahwa dirinya masih milik Pria lain. Dan..ini tempat umum! Bahkan ia sudah tak memperdulikan lagi pandangan berpasang-pasang mata yang melihat mereka. Ia mendengus. Sedetik kemudian menatap Chang Min yang juga menatap ke arahnya dengan tatapan menyesal. Apakah separah ini perasaannya karena ditinggalkan Kyu Hyun? Hingga dia seperti Gadis yang 'kekurangan' kasih sayang?

            “Aku minta maaf. Tak sepantasnya aku berbeuat seperti itu. Kau boleh..”

            Kalimat ChangMin bagaikan angin berlalu di telinganya. Bukan karena ia tak ingin mendengarkannya. Tapi, lebih karena Pria yang menatap tajam mereka sebelum berlalu itu menyita seluruh pikirannya. Hatinya berdesir hebat kala retina matanya menangkap tatapan menusuk itu.

            “Hyun Hae..” celetuk Chang Min karena merasa ungkapannya diabaikan Hyun Hae.

            “Hei, kau kenapa?” tanya Pria itu sambil mengguncang pelan tubuh Hyun Hae.

            “Tidak mungkin.” Lirihnya

            Chang Min menautkan kedua alisnya kemudian mengikuti arah pandang Hyun Hae. Tak ada satu pun yang dapat ia kenali dari orang-orang yang berjalan disana.

            “Hyun Hae-ya!” pekik Chang Min sehingga membuat Hyun Hae menoleh cepat ke arahnya.

            “Kau kenapa?” tanya Chang Min lagi

            “Kyu Hyun.”

            “Kyu Hyun? Dia ada disini juga? Dimana?”

            “Entahlah. Aku tak yakin itu benar-benar dia. Hanya saja, tatapan matanya mengingatkanku pada Pria itu.”

            “Benarkah itu dia?”

            “Entahlah.”

~oOo~

            Pria tampan dengan t-shirt putih yang dipadukan dengan jaket abu-abu melangkahkan kakinya cepat. Menerobos setiap orang yang berusaha menghalangi jalannya. Langkah Pria itu cepat dan sesekali menoleh ke belakang seolah menanti datangnya sosok manusia lain yang mengerjarnya. Kedua tangan Pria itu mengepal di dalam saku jaketnya. Rahangnya juga mengeras, bahkan aliran darah seolah mengalir ke ubun-ubunnya.

            Langkahnya berhenti kala Pria itu melihat seorang Gadis yang sedang duduk disalah satu meja sebuah cafe dengan buku di tangannya dan segelas strawberry juice yang terlihat diabaikan. Pria itu tersenyum getir, lalu memerintah kakinya untuk membawanya ke depan Gadis itu.

            “Hei, duduklah.” Perintah Gadis itu saat Pria berjaket abu-abu telah berdiri dihadapannya.

            “Kau mau pesan apa? ”

            Pria itu membisu. Ia hanya menatap takjub Gadis bermata teduh dan rambut hitam lurus yang di kuncir kuda. Gadis itu sangat cantik. Tapi, bukan karena kecantikannya yang membuatnya menatap seperti itu. Pagi ini, pikiran Pria itu seperti terkontaminasi oleh Gadis lain yang tiba-tiba saja duduk dihadapannya. Lebih tepatnya, Pria itu sedang berhalusinasi Gadis yang duduk di depannya ini adalah Gadis lain yang sangat ia rindukan

            “Kyu.. Kau baik-baik saja?” Gadis bermata teduh itu melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Kyu Hyun. Namun, Pria yang dipanggil bergeming. Dan itu membuatnya sedikit kesal karena merasa diabaikan oleh Pria yang diam-diam ia sukai. Ia menyesap minumannya dan kembali memanggil Pria bernama Kyu Hyun.

            “Hyun Hae-ya,” lirih Pria itu sehingga membuatnya mengurungkan niat untuk menyadarkan Pria itu dari lamunannya. Dia tersenyum getir menyadari dirinya hanya sebagai bayangan dari Gadis yang Kyu Hyun cintai.

            “Apakah gadis itu membawa pengaruh besar untukmu? Hingga kau menganggap aku ini dia?” keluhnya begitu sakit. Hyun Ra―Gadis bermata teduh- itu diam sejenak, menanti jawaban apa yang akan keluar dari mulut Kyu Hyun.

            Seolah terhipnotis bayangan Hyun Hae, Pria itu tetap diam dan memandang kosong Hyun Ra.

            “Sadarlah! Aku ini bukan Hyun Hae. Jika kau merindukannya, pergilah! Kau tak kan pernah tahu betapa sakitnya aku yang selalu kau anggap dirinya. Aku mencintaimu!”

            Kyu Hyun mengerjapkan matanya beberapa kali. Kalimat terakhir Hyun Ra masih terngiang dalam benaknya, dan bagaikan cambuk yang menyadarkan dirinya dari lamunannya, “Apa? Kau mencintaiku?”

            “Sudahlah, anggap saja kau tak mendengarnya. Sekarang cepat ceritakan padaku, apa yang terjadi?”

            Kyu Hyun memutar kembali ingatannya, dan hatinya bagaikan teriris pedang samurai kala ingatannya kembali menghadirkan kejadian yang membuatnya seperti ini.

            “Pria itu, siapa dia?”

            “Pria? Aku tidak mengerti maksudmu.”

            “Aku melihatnya berciuman dengan seorang Pria di depan sebuah cafe. Siapa dia? Kenapa seenaknya mencium 'gadisku'?”

            “Gadismu? Kau masih menyebutnya sebagai 'gadismu'?” Hyun Ra terkekeh.

            “Apa aku salah? Kenyataannya memang begitu, 'kan?”

            “Sebaiknya aku mengingatkanmu akan hal ini. Kau..dan dia, masihkah di anggap sebagai sepasang kekasih? Jika kau sama sekali tak menghubunginya sejak empat bulan yang lalu. Kau mengabaikannya, bukan? Lalu kenapa sekarang kau marah saat ada Pria lain yang menciumnya? Kyu.. Dia itu manusia dan setiap manusia pasti mempunyai titik lelah. Apa kau menyalahkannya karena dia diam saja saat Pria itu menciumnya? Jika iya, maka kau salah. Menurutku, ini bukan salahnya. Tapi ini salahmu. Kau mengabaikannya, meninggalkan dia sesukamu dan kembali padanya juga sesukamu. Kau pikir dia tak memiliki hati?”

            “Jadi menurutmu dia telah melupakanku?”

            “Bisa saja. Jika aku jadi dia, maka aku tak kan sabar menunggumu selama ini. Dan yang pasti, aku lebih memilih Pria lain yang siap mengisi kekosonganku.”

            Kyu Hyun membuang pandangannya ke luar jendela. Pikirannya masih mencerna kalimat yang Hyun Ra lontarkan. Apakah 'gadisnya' semudah itu melupakannya? Sementara ia, tak sedikit pun niat untuk melupakan Hyun Hae terbesit dalam pikirannya. Berkali-kali Kyu Hyun menghela nafas dan retinanya memaksa ia untuk fokus pada satu titik yang akhirnya membawa pikirannya memutar kembali kenangannya bersama Hyun Hae.

~oOo~

Saat aku memutuskan untuk memilih jalan ini, aku tahu saat itu pula luka baru telah menantiku ― Hyun Hae

            “Chang Min.” Panggil Hyun Hae malas sambil tak melepaskan pandangannya dari kalender yang ada di tangannya.

            “Hem..”

            “Kau tahu? Besok adalah hari jadi yang kedua tahun hubunganku dengan Kyu Hyun.”

            “Lalu?”

            “Aku ingin merayakannya. Tapi, mengingat hubungan kami yang seperti ini, aku jadi ragu untuk memberitahunya perihal ini. Aku takut dia akan mengacuhkanku dan mengejekku.”

            “Apa yang ingin kau lakukan dengannya besok?”

            “Aku hanya ingin makan malam berdua dengannya di pinggir pantai. Hal itu adalah keinginanku yang lama terpendam. Sejak dulu aku memang merencanakan hal ini, dinner dengannya di pinggir pantai pada malam hari. Ah! Sudahlah! Aku tak yakin keinginanku ini akan terwujud.” Hyun Hae menghembuskan nafas berat kemudian melipat kedua tangannya di atas meja dan menangkup wajahnya disana.

            Chang Min melirik Gadis itu sejenak, kemudian menutup bukunya dan beringsut pelan ke samping Hyun Hae. Disana ia juga ikut  melipat tangannya dan meletakkan kepalanya miring, menghadap Hyun Hae.

            “Kenapa pesimis begitu? Kau belum mencobanya. Ayolah! Kemana Hyun Hae yang selalu berpikir optimis. Jangan karena keadaan hubungan kalian membuatmu kehilangan moment yang kau nantikan. Dengarkan aku, kau hanya perlu menghubungi Kyu Hyun dan mengatur jamnya, untuk urusan dinner, aku yang akan mengurusnya.”

            Hyun Hae mengangkat kepalanya kemudian menatap Chang Min, “Kau serius? Mau membantuku mempersiapkan segalanya?”

            Chang Min mengangguk, “Kenapa tidak?”

            “Baiklah. Aku akan menghubungi Kyu Hyun dan mengatakan hal ini.”

            Hyun Hae segera meraih ponsel berwarna silver itu dari dalam tasnya. Dan dengan sekali sentuhan, telah membuat sambungan ke nomer Kyu Hyun.

            Kyu Hyun mengerjapkan matanya tak percaya saat nomer Hyun Hae tertera di layar ponselnya. Ia enggan untuk mengangkatnya bila mengingat kalimat Hyun Ra bahwa gadis yang sedang menelponnya kini telah melupakannya. Dan hal yang Kyu Hyun takutkan adalah Gadis itu akan meminta mereka bertemu lalu memutuskan hubungan mereka. Dia takut. Bahkan sangat takut bila Gadis itu akan meninggalkannya demi Pria yang ia lihat sedang menciumnya. Diletakkannya lagi ponselnya itu dengan posisi tengkurap. Dan tak lama kemudian, getarannya berhenti. Kyu Hyun cukup bernafas lega. Ia mengetupkan kelopak matanya erat sambil meremas rambut kecokelatannya. Pikirannya kacau. Memang, dari awal ini adalah kesalahannya karena telah mengacuhkan Gadis itu semaunya, dan kini, saat ia sadar bahwa cinta itu masih ada untuknya ― melihatnya berciuman dengan Pria lain- dia merasa tak ingin melepaskan Gadis itu. Namun, disaat yang bersamaan, ‘gadisnya’ telah lebih dulu berniat untuk meninggalkannya. Menyedihkan, bukan?

            Ponselnya kembali bergetar, dan dengan malas ia membalikkan posisi ponsel itu. Kali ini bukan dari Hyun Hae, melainkan nomer baru yang tak diketahuinya. Dengan enggan ia mengangkat telepon itu dan lebih memilih untuk diam.

            “Yeobseo.” Sapa seorang gadis diseberang sana yang membuat Kyu Hyun tertegun untuk beberapa saat. Suara itu..suara yang amat ia rindukan, namun saat ini berusaha ia hindari sedang menelponnya. Kang Hyun Hae.

            “Kyu Hyun-ah, kau disana, bukan?”

            Kyu Hyun bergeming. Mulutnya seolah terkatup rapat dan tak bisa dibuka, walau sekedar untuk berdengung pun suaranya memberontak. Ia memejamkan mata. Menikmati kelembutan suara gadis yang kini amat dicintainya.

            “Bisakah kita bertemu besok? Ada sesuatu yang ingin ku tunjukkan padamu.”

            Detak jantung Kyu Hyun semakin cepat berdetak. Sesuatu? Apakah hal yang ingin ia tunjukkan adalah Pria itu?, pikirnya. Hening. Tak ada suara dari keduanya. Hyun Hae masih menanti jawaban Kyu Hyun, sedangkan Kyu Hyun sibuk mencerna apa yang akan ditunjukkan padanya.

            “Baiklah jika kau tak mau bertemu denganku, tidak masalah. Maaf telah mengganggu aktivitasmu Tuan Cho.”

             Hyun Hae menyerah.

            Ia lelah menanti terlalu lama jawaban Kyu Hyun. Toh dari awal pun Kyu Hyun seolah enggan untuk membuka suaranya. Biarlah, tak ada Kyu Hyun pun ia siap merayakan hari jadi mereka seorang diri walaupun semakin menyakiti dirinya.

            Hyun Hae memutuskan sambungannya dan menyerahkan ponsel Chang Min. Ponsel yang ia gunakan adalah milik Chang Min, ia tahu, jika ia menghubungi Kyu Hyun menggunakan ponselnya, tentu Kyu Hyun tak kan menjawabnya, dan akhirnya ia memutuskan untuk meminjam ponsel Chang Min. Tapi, sial, ia sama sekali tak mendengar suara Kyu Hyun.

            “Bagaimana?”

            Hyun Hae tersenyum miris, “Tak ada jawaban.”

            “Lalu?”

            “Aku akan mendatangi rumah besok pagi.”

            “Perlu ku temani?”

            “Tidak. Selama ini aku telah banyak merepotkanmu.” Hyun Hae tersenyum sangat manis, bahkan lebih manis dari biasanya. Dia menatap Chang Min sejenak, kemudian membereskan bukunya, “Aku pulang ya. Jika kau ingin dibuatkan makanan lagi, cukup datang ke rumahku untuk menjemput makanannya. Okay?!”

            “Baiklah. Perlu ku antar?”

            “Tidak. Sebaiknya kau istirahat saja. Aku bisa naik bus.”

            Chang Min menatap ragu Hyun Hae, tak ingin hal buruk menimpa gadis yang amat ia cintai.

            “Tenanglah. Aku pasti pulang dengan selamat.” Ucap Hyun Hae meyakinkan.

            “Ini sudah malam. Izinkan aku mengantarmu ke halte bus, aku baru bisa tidur setelah memastikan kau pulang dengan selamat.”

            Hyun Hae terkekeh mendengarnya, “Baiklah, aku menyerah.”

            Chang Min menyeringai dan segera bangun dari duduknya. Ia melingkarkan tangannya dibahu Hyun Hae, “Ayo!” ajaknya.

            Mereka berjalan beriringan. Tangan keduanya berada di dalam hoodie karena udara malam ini cukup dingin. Sebenarnya, alasan Hyun Hae ingin pulang sendiri karena ia ingin memikirkan masalahnya dengan Kyu Hyun. Ia ingin sedikit menenangkan hatinya. Tapi, lagi-lagi Pria di sampingnya itu dapat membaca kesedihan yang meliputi hatinya dan akhirnya membuatnya menyerah. Alasannya sama, karena Chang Min mampu menghilangkan sedih yang ia rasakan.

            “Alasanku bertahan disampingmu hingga kini karena aku ingin menopang hatimu. Aku tahu, tempat berbagi curahan hatimu hanya diarymu. Jadi, ku putuskan untuk menjadi diary hidupmu.” Ungkap Chang Min dan mendapat tatapan tak mengerti dari Hyun Hae.

            “Kalimat itu untukku?”

            “Bukan. Kalimat itu untuk gadis yang ku cintai. Yang cintanya hanya untuk kekasihnya yang telah lama mengacuhkannya, tapi gadis itu tetap bertahan di posisinya. Bertumpu pada kedua kakinya walau terkadang dia berlutut karena lelah. Aku mencintainya. Sangat mencintainya. Tak perduli dia akan terus bertahan di posisinya demi Pria itu atau berpaling pada pria lain selain aku dan kekasihnya. Tapi, jauh di dasar hatiku, aku masih berharap ada celah yang lambat laun akan menjadi pintu untuk menyambutku.”

            Hyun Hae telah lama mematung di tempatnya demi mendengarkan kalimat Chang Min. Kalimat yang mampu merobek hatinya dan menyadarkan kebodohannya selama ini. Ya. Ia bodoh. Bodoh karena terlalu sabar berharap pada Kyu Hyun dan mengabaikan Pria yang tulus mencintainya ini. Tapi, entahlah. Ia merasa masih kuat bertahan di posisinya untuk Pria itu. Cho Kyu Hyun.

            “Bisakah kau melupakanku?” isaknya.

            “Aku tak akan melupakanmu. Aku akan tetap bertahan di posisiku seperti kau menanti kembalinya Cho Kyu Hyun. Walaupun nanti lelahku telah mencapai puncaknya, aku tak kan pergi dari sisimu. Aku akan tetap berada disampingmu, sebagai sahabatmu dan membuang jauh-jauh perasaanku.”

            Hyun Hae membiarkan air matanya luruh. Kata demi kata yang keluar dari bibir manis Chang Min membuat hatinya semakin perih. Ia melihat Chang Min seperti melihat dirinya sendiri. Dan belum sempat Hyun Hae menjawab, sebuah bus berhenti di halte. Chang Min menyeka air matanya kemudian mengecup puncak kepala Hyun Hae.

            “Pulang dan tidur lah yang nyenyak.”

            Chang Min mendorong pelan tubuh Hyun Hae hingga mencapai pintu bus. Hyun Hae menolehkan kepalanya, menatap Chang Min yang sedang tersenyum kepadanya dengan mata yang sedikit merah. Ia memaksakan senyumnya pada Pria yang terlalu lama ia sakiti kemudian melambaikan tangannya. Chang Min membalas dengan gerakan yang sama kemudian segera berlalu dari tempat itu.

~oOo~

            Hyun Hae terbangun dari tidurnya saat ada sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Ia meraba-raba ponselnya dengan mata terpejam, kemudian mengangkatnya dengan mata terpejam pula.

            “Kau belum bangun?”

            “Aku masih ngantuk Chang Min-ah. Kenapa kau mengganggu tidur damaiku?”

            “Kau bilang hari ini akan mengunjungi Kyu Hyun? Tapi kenapa kau masih tidur dengan piama polkadotmu?”

            Hyun Hae membelalakkan matanya. Darimana Chang Min tahu kalau ia memakai piama dengan motif polkadot?

            “Sudahlah. Kau tak perlu tahu darimana aku mengetahuinya. Sekarang cepat bangun dan pergi ke rumah Kyu Hyun.”

            “Baiklah. Terima kasih telah membangunkanku.”

            “Happy 2nd Anniversary Hae Kyu Couple.”

            Hyun Hae terkekeh mendengarnya. “Terima kasih.”

            Gadis itu segera bangun dari tidurnya. Menyingkap gorden berwarna peach sehingga menyebabkan sinar matahari membuat matanya menyipit.

            “Rupanya hari memang telah pagi.” Gumamnya.

            Ia kemudian berjalan ke kamar mandi untuk membuat tubuhnya segar kembali.

~oOo~

            Tak kurang dari satu jam, Hyun Hae telah berada di halte bus dengan kaos lengan panjang yang kebesaran dan celana selutut. Rambutnya ia gelung ke atas. Sejak tadi senyumnya tak pernah pudar dari bibir mungilnya. Hari ini dia sangat bahagia mengingat hari ini adalah hari yang paling ia nantikan. Hyun Hae memasang earphonenya kemudian memutar beberapa lagu yang sesuai dengan keadaan hatinya saat ini.

            Hari ini ia akan pergi ke rumah Kyu Hyun  dan mengucapkan selamat hari jadi kepadanya secara langsung. Ah! Ini pasti akan menjadi peristiwa yang tak kan terlupakan sepanjang hidupnya. Rencananya hari ini akan ia gunakan untuk menghabiskan waktunya bersama Kyu Hyun. Menebus semua gundah yang melandanya selama empat bulan ini. Dan mulai hari ini pula ia akan memperbaiki hubungannya dengan Kyu Hyun, sehingga mereka bisa kembali mesra seperti kali pertama menjadi sepasang kekasih.

            Sejak awal mengenal Kyu Hyun. Menurutnya, Kyu Hyun adalah pria romantis. Ia memang tak pandai merangkai kalimat indah. Tapi, yang membuat hatinya takluk pada Kyu Hyun adalah sikap Kyu Hyun yang ditunjukkan padanya. Pria itu tak segan untuk pamer kemesraan didepan umum. Dan itu lah yang membuat Hyun Hae bertahan hingga saat ini disisinya.

            Bus yang ia tumpangi berhenti di halte selanjutnya, tak jauh dari rumah Kyu Hyun. Ia turun dari bus sambil membuka earphonenya. Ia mempercepat langkahnya demi bertemu Kyu Hyun. Hyun Hae sengaja tak menghubungi Kyu Hyun untuk memberitahu tentang kedatangannya agar ini menjadi kejutan yang istimewa untuk Kyu Hyun. Saat matanya mampu menangkap bangunan rumah Kyu Hyun, langkahnya berhenti. Berkali-kali ia menghembuskan nafas sambil meremas tangannya. Tiba-tiba saja rasa gugup menghampirinya walau ia berusaha menepisnya sekuat tenaga. Yang ia takutkan hanya satu, yaitu Kyu Hyun akan mengacuhkannya dan tentu hal itu akan membuatnya semakin terluka. Ia menghirup nafas dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Dengan perasaan gugup ia menyeret langkah kakinya mendekati rumah Kyu Hyun.

            Great..!
            Saat ia berhasil menyeret kedua kakinya mencapai halaman rumah Kyu Hyun. Sang anak dari pemilik rumah juga sedang berjalan ke arahnya. Nafasnya tercekat. Aliran darahnya seolah berhenti mengalir dan detak jantungnya dipacu lebih kuat. Pria itu..yang telah lama tak dilihatnya kini sedang berdiri dihadapannya, memandang ke arahnya dengan pandangan yang tak pernah berubah. Ia merindukan Pria itu. Ia ingin segera berhambur ke pelukannya dan meluapkan kerinduannya disana. Hyun Hae mengamati setiap inci dari wajah Kyu Hyun. Tak ada perubahan. Pria itu tetap seperti dulu dengan kulitnya yang putih pucat dan wajah tampannya.

            “Kyu―”

            “Untuk apa kau kemari?” Tanya Kyu Hyun memotong kalimat Hyun Hae.

            “Happy 2nd Anniversary.” Ucapnya antusias.

            Detak jantung Kyu Hyun berhenti berdetak untuk sekian detik. Ia memandang takjub gadis yang kini sedang tersenyum sangat manis ke arahnya. Hatinya tersenyum namun tidak dengan bibirnya. Bibirnya berkhianat untuk mewakili bahwa hatinya sedang bahagia mendengar gadis yang amat dicintainya mengatakan  hari jadi hubungan mereka. Ia ingin tersenyum semanis senyuman Hyun Hae. Tapi, sial. Yang terukir dibibirnya malah senyuman mengejek yang amat dibenci Hyun Hae. Otot saraf Hyun Hae menegang. Ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

            “Kau pikir itu penting untukku?”

            Benar, pikir Hyun Hae. Tebakannya benar, bukan? Ternyata Kyu Hyun benar-benar mengejeknya. Hatinya pilu. Bahkan lebih pilu dari yang selama ini ia rasakan. Senyum yang sebelumnya terukir sangat manis di wajah cantiknya kini memudar. Bahagia yang sebelumnya ia rasakan kini menguap saat kalimat yang paling ia benci meluncur dengan mudahnya dari bibir Kyu Hyun.

            “Jadi itu tidak penting untukmu?”

            Kyu Hyun kembali menarik sudut kiri bibirnya, “Tentu.” Jawabnya gamblang.

            “Harusnya aku tahu dari awal bahwa kau tak kan perduli pada hal seperti ini. Dan seharusnya aku tak perlu datang ke rumahmu hanya untuk mengatakan selamat hari jadi padamu. Ya. Harusnya aku tahu semua itu. Tentang ketidak perdulianmu, sikapmu yang mengacuhkanku selama ini dan juga kebodohanku karena terlalu sabar menghadapimu dan menerima perlakuanmu begitu saja. Mungkin ini memang tak penting bagimu, tapi bagiku? Apakah kau pernah berfikir betapa pentingnya hari ini? Aku..orang yang telah kau tinggalkan begitu saja masih setia menunggumu selama empat bulan. Aku tetap bertahan diposisiku meski sebenarnya hatiku lelah menantimu…

            …Dan hari ini, aku berniat untuk memperbaiki hubungan kita, tapi kau membuatnya hancur. Aku tak tahu apa yang ada dipikiranmu. Jalan mana yang kau pilih? Hingga aku tak dapat menemukan jejak hatimu lagi. Kau menghilang begitu saja, dan kembali sesukamu. Bodohnya diriku yang masih berlapang dada menerima perlakuanmu. Aku memang tak tahu tentang kesibukanmu. Entahlah, kau menjauh dariku karena kesibukanmu atau karena gadis lain?”

            Hyun Hae memejamkan matanya rapat sambil menghirup udara sebelum melanjutkan kalimatnya. Oh, Tuhan.. kenapa rasanya begitu sakit?

            “Baiklah. Mulai hari ini kuputuskan untuk mengikuti caramu, yaitu tak perduli pada hubungan kita atau pun padamu. Kau. Berbahagia lah dengan hidupmu saat ini. Dan aku, aku pasti akan melupakanmu.”

            Hyun Hae menghela nafas. Ia tetap berdiri di tempatnya demi menanti jawaban Kyu Hyun. Tapi, jawaban itu tak kunjung keluar dan akhirnya membuat ia harus segera meninggalkan tempat ini sebelum air matanya menetes.

            Kyu Hyun tetap mematung di tempatnya. Ia menyaksikan kepergian Hyun Hae dengan hatinya yang pilu. Akhirnya ketakutannya menjadi nyata, Hyun Hae pergi meninggalkannya karena kesalahannya. Jika waktu dapat diputar, ia tak ingin mengacuhkan Hyun Hae seperti tadi. Bahkan ia ingin memperbaiki hubungannya bersama Hyun Hae. Tapi, bila mengingat kalimat Hyun Hae yang akan melupakannya, ia semakin yakin bahwa gadis itu akan segera melupakannya. Sedangkan ia? Apakah ia akan meratapi kesedihannya karena kehilangan gadis yang dicintainya?

            “Pernahkah kau menyadari tentang hatinya yang rapuh?” sebuah suara menghentikan langkah Kyu Hyun kembali ke rumahnya. Ia membalikkan badan dan mendapati seorang pria dengan postur tubuh tinggi dan agak kurus sedang menatap nanar dirinya.

            “Siapa kau?”

            “Kau tahu? Hari ini adalah hari yang paling ia nantikan. Ia memberitahuku bahwa di hari ini ia ingin menghabiskan waktu sehari penuh demi mewujudkan keinginannya bersamamu yang belum terwujud. Tapi kau menghancurkan angannya dan semakin menambah luka hatinya. Jika memang kau telah menghapus namanya dari hatimu, bisakah kau meninggalkannya tanpa memberinya harapan?”

            Kyu Hyun menautkan alisnya tak mengerti. Siapa nama pria itu? Dari kalimat yang ia lontarkan, Kyu Hyun tahu bahwa pria itu mencintai Hyun Hae. Jika tidak, mana mungkin pria itu akan berdiri disini dan menghardiknya seperti tadi? Saat Kyu Hyun hendak membuka mulut, Pria itu lebih dulu meninggalkannya.

~oOo~

            Hyun Hae menyembunyikan wajahnya yang dibanjiri air mata diantara kedua kakinya. Ia tak lagi memperdulikan sengatan matahari yang membakar tubuh mungilnya. Hatinya terlanjur sakit walau untuk sekedar mencari tempat bernaung dari sengatan matahari. Sungguh. Ia tak pernah menyangka akhir dari hubungannya dengan Kyu Hyun akan seperti ini. Ini diluar angannya. Bahkan sedetik pun tak pernah terlintas hal buruk seperti ini akan menimpa dirinya. Seperti biasa, Hyun Hae lebih suka menangis seorang diri di tepi pantai. Pantai yang sepi tanpa pengunjung adalah tempat favoritenya saat ia sedang ingin menangis. Cho Kyu Hyun. Pria yang amat dicintainya tega membuat hatinya terluka. Ia berpikir, apakah Kyu Hyun benar-benar mencintainya? Jika iya, kenapa ia tega menyakitinya seperti ini? Apa karena gadis lain yang lebih baik darinya telah mencuri hati Kyu Hyun hingga membuatnya bersikap seperti ini? Oh Tuhan.. apakah hati Kyu Hyun terbuat dari batu? Hingga ia tega membuatnya menangis dan terluka seperti ini.

            “Izinkan aku memelukmu dan membiarkanmu menangis dalam dekapanku.” Ucap Chang Min sambil membawa tubuh Hyun Hae ke dalam pelukannya.

            “Tak kan ada lagi hari jadi kedua, ketiga, keempat dan selamanya. Tak kan pernah ada.”

            “Jika saat ini air mata mampu menghapus lukamu, maka menangislah. Namun esok, berjanjilah padaku bahwa kau tak kan pernah meneteskan setetes air mata pun untuknya.”

            “Hatiku sangat sakit. Aku bukan menangisi sikapnya. Tapi, aku menangisi kebodohanku. Kenapa aku begitu bodoh Chang Min-ah? Kenapa aku diam saja menerima perlakuannya? Dan akhirnya aku juga lah yang terluka, bukan dia.”

            “Pria itu yang bodoh. Dia bodoh karena melepaskan gadis sebaik dirimu. Sudahlah. Kau tak pantas untuk pria seperti dirinya.”

            “Aku berjanji akan melupakan dia. Aku tak kan mengingat apa pun tentangnya. Dan pasti aku akan bahagia dengan kesibukan hidupku tanpanya. Kau bisa pegang ucapanku.”

~oOo~

            Pikiran Kyu Hyun masih kacau walaupun kejadian itu telah terjadi tiga hari yang lalu. Saat ini, hatinya baru merasakan betapa pentingnya Hyun Hae dalam hidupnya. Gadis yang telah ia sia-siakan itu kini pasti sedang tertawa bahagia di atas penderitaannya. Ia ingin memperbaiki hubungan mereka lagi, toh kata ‘putus’ belum terucap dari bibir keduanya, bukan? Tapi, rasa ragu masih menyelimuti hatinya. Akankah Hyun Hae mau menerimanya kembali?

            Ia menghirup udara dalam dan menghembuskannya dengan satu kali hentakan.  Sungguh. Sebelumnya ia tak pernah merasakan hatinya sesak seperti ini. Hyun Hae. Gadis itu rupanya memiliki peran yang amat penting dihidupnya. Awalnya ia merasa bahwa ada atau pun tidak adanya Hyun Hae tak mempengaruhi hidupnya. Namun, tebakannya meleset. Saat ini hatinya memberontak dan menginginkan Hyun Hae berada disisinya, bukan yang lain.

            “Kyu Hyun-ah.” Panggil sebuah suara dari arah pintu rumah yang dibiarkan terbuka.

            Kyu Hyun menoleh. Wajahnya sangat kentara bahwa ia sedang frustasi. Ia menggidikkan kepalanya untuk memerintahkan Hyun Ra masuk.

            “Kau kenapa?” tanya Hyun Ra panik. Baru kali ini ia melihat penampilan Kyu Hyun lusuh seperti ini. Rambut yang acak-acakan, baju yang kusut dibagian punggung dan lingkaran hitam dibawah matanya yang menandakan ia tidak tidur nyenyak selama beberapa hari.

            “Kenapa tampilanmu seperti ini? Apakah karena Hyun Hae? Kau belum makan, bukan? Mau ku buatkan
makanan? Astaga.. bahkan ada lingkaran hitam dibawah matamu, dan lihat bajumu kusut begini―”

            “Hyun Ra-ya―” potong Kyu Hyun tak tahan mendengar berbagai pertanyaan darinya. Seharusnya kedatangannya bisa menghilangkan beban dihatinya, bukan malah menambah suasana hatinya memburuk.

            Hyun Ra menutup mulutnya dengan satu tangan. Ia tahu bahwa saat ini Kyu Hyun sedang membutuhkan ketenangan, tapi dia malah merusak ketenangannya dengan ocehan yang ia lontarkan. Hyun Ra merasa tak enak hati, karena baru kali ini ia membuat Kyu Hyun kesal. Ia bangkit dari duduknya kemudian berjalan ke arah dapur untuk mencari sesuatu yang bisa ia masak untuk membuatkan Kyu Hyun makanan. Tadi, ia sedikit mendengar bunyi protes dari lambung Kyu Hyun yang membuatnya ingin tertawa, tapi ditahan dan lebih memilih pergi menuju dapur. Di dapur, ia hanya menemukan ramen dan dua butir telur serta piring dan gelas kotor yang menumpuk. Astaga, harusnya ia bisa merawat diri dan rumahnya saat orang tuanya tak ada. Hyun Ra berdecak kesal. Sepertinya kedatangannya kesini hanya menjadi pembantu dirumah Kyu Hyun daripada menghabiskan waktu bersama Pria yang ia cintai.

            Gadis itu sebenarnya tak tahu memasak. Dan untungnya, ia menemukan ramen yang merupakan olahan keahliannya. Dengan cekatan Hyun Ra merebus ramen dan berbagai bumbu lainnya sebagai bahan pelengkap. Tak butuh waktu lama, ramen olahannya pun siap disantap. Ia hanya membuat satu porsi ramen untuk Kyu Hyun dan segera ia bawa ke ruang tamu. Disana, Kyu Hyun belum berubah dari posisinya. Pria itu masih duduk dengan menekuk kedua kakinya diatas sofa dan meluruskan kedua tangannya diatas lututnya. Sejenak Pria itu menoleh saat menyadari kehadiran Hyun Ra.

            “Ini kubuatkan ramen untukmu. Aku tak menemukan apapun selain ramen dan dua butir telur. Ayo, kau harus makan dulu. Walaupun kau sedan ada masalah, tapi kau tak boleh mengabaikan perutmu itu. Ini.” Nasihat Hyun Ra seraya menyodorkan semangkuk ramen lalu meletakkan segelas air putih diatas meja.

            Awalnya Kyu Hyun enggan menerimanya karena nafsu makannya memang belum pulih. Tapi demi menghargai usaha Hyun Ra, akhirnya ia menerimanya, “Terima kasih.”

            “Makanlah. Aku akan mencuci piring dulu. Rupanya kau benar-benar mengacuhkan kebersihan rumahmu Tuan Cho.”

            Kyu Hyun menatap punggung Hyun Ra yang berjalan ke dapur. Dia gadis cantik dan sikapnya pun manis. Kyu Hyun tahu tak sedikit pria yang berusaha merebut hatinya, tapi entah kenapa gadis itu masih setia menunggu dirinya yang ia sendiri pun tak tahu kapan ia bisa membuka hati untuk Hyun Ra.

            Kyu Hyun menyantap suapan terakhirnya tepat disaat Hyun Ra selesai mencuci piring. Gadis itu merapikan kembali rambut yang ia kuncir sembarangan dan membiarkannya terurai. Ia memposisikan tubuhnya disamping Kyu Hyun, “Sudah kenyang?” tanya Hyun Ra seraya mengangkat kedua alisnya menatap Kyu Hyun.

            “Ramen buatanmu enak.” Puji Kyu Hyun.

            “Hahaha.. ramen adalah masakan keahlianku, Kyu.”

            “Aku tak perduli, yang penting ramen buatanmu enak.”

            “Itu karena kau sedang lapar, Tuan Cho.” Ejek Hyun Ra seraya memukul manja lengan Kyu Hyun, “Oh ya, apa kau ada masalah?” tanya Hyun Ra lanjut.

            Kyu Hyun menghela nafas, “Ini tentang Hyun Hae.”

            “Sudah ku duga. Ada apa?”

            “Ini salahku. Aku kembali membuatnya terluka dihari jadi kita.”

            “Bodoh! Kenapa kau bisa bersikap sebodoh itu? Kau masih mencintainya tapi malah bersikap bodoh seperti itu! Segera datangi Hyun Hae lalu minta maaf padanya dan katakan bahwa kau masih mencintainya.”

            “Tak akan bisa. Dia bilang akan melupakanku. Jadi untuk apa aku datang padanya lalu mengatakan bahwa aku masih sangat mencintainya? Hal itu tentu semakin membuatku terlihat bodoh, bukan?” Kyu Hyun menghela nafas. “Sudahlah. Aku akan berusaha merelakan dia bersama pria lain.”

            Hyun Ra berdecak seraya melipat kedua tangannya di depan dada. Ia melirik jam dinding yang terpajang cantik di dinding rumah Kyu Hyun. Waktunya masih tersisa setengah jam lagi sebelum ia pergi ke suatu tempat untuk bertemu seseorang.

            “Waktuku tak banyak. Aku harus pergi menemui seseorang setengah jam lagi. Ku beri tahu kau soal ini, ini menurut pemikiranku saja kau boleh menerimanya atau tidak itu terserah kau. Kang Hyun Hae. Gadis itu menunggumu, kan? Selama 4 bulan, dan menurutku itu waktu yang cukup lama. Jadi, kesimpulannya dia tak kan semudah itu melupakanmu bila dibandingkan dengan lama dia menantimu kembali.” Nasihat Hyun Ra. Ia menatap Kyu Hyun sejenak kemudian mengambil tas sampingnya dan bangkit dari duduknya, “Baiklah. Aku harus pergi. Jangan lupa mandi.”

            Kyu Hyun mengangguk tanpa menoleh pada Hyun Ra. Pikirannya masih berkelut pada Hyun Hae. Ah! Kenapa ini begitu rumit? Padahal ia hanya ingin tahu  bagaimana perasaan gadis itu padanya. Masih kah atau telah berakhir dan atau hanya puing-puing yang sebentar lagi akan menjadi butiran debu?

            Kyu Hyun mengatupkan kelopak matanya erat, kemudian segera berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Ia butuh kesegaran dan barangkali setelah tubuhnya segar otaknya pun juga akan kembali segar. Setidaknya dengan otaknya yang kembali segar, ia bisa mencari cara agar Hyun Hae kembali padanya.

~oOo~

            Tampak seorang gadis dengan rambut yang dikuncir kuda sedang duduk di salah satu meja sebuah café. Tangannya asik menjelajahi ponsel berwarna silver kesayangannya. Gadis itu sesekali mengedarkan pandangannya keluar, bola matanya menari-nari ke kanan dan ke kiri―mencari seseorang. Saat tak ada objeknya di luar sana, ia kembali menfokuskan pandangannya pada benda berwarna silver itu. Di hadapan Gadis itu telah tersedia secangkir cokelat panas yang uapnya masih sedikit mengepul beserta tiga iris roti isi cokelat yang menemani siang harinya.

            “Maaf sudah membuatmu lama menunggu.” Sapa seorang gadis yang membuat Hyun Hae―gadis itu- kehilangan fokus dari ponselnya.

            Hyun Hae menatap gadis yang sedang tersenyum berdiri di hadapannya. Mata teduh gadis itu turut menambah kesan lembut. Ya. Gadis itu adalah Song Hyun Ra. Alasan mengapa ia rela menunggu lama demi bertemu gadis yang juga mencintai Cho Kyu Hyun. Gadis itu tetap berdiri hingga Hyun Hae menggidikkan kepalanya agar ia duduk. Suasana kaku kini menyelimuti keduanya. Mereka memang sama-sama kenal, tapi untuk duduk dan bertemu hanya berdua seperti ini, ini kali pertama terjadi. Hyun Hae menyesap cokelat panasnya yang sudah hangat kemudian membersihkan sudut bibirnya dengan tisu.

            “Kau tidak pesan makanan?” tanya Hyun Hae memecah suasana yang kaku.

            “Tidak. Aku belum lapar.”

            Hyun Hae membulatkan bibirnya. Ia menatap Hyun Ra sekilas. Gadis itu tampak sangat cantik bila dilihat dari jarak sedekat ini, pikirnya.

            “Kau sudah menunggu lama?” kali ini Hyun Ra yang membuka suara.

            “Lumayan. Katakan ada perlu apa? Jangan berbasa-basi seperti ini. Cepat katakan.”

            Hyun Ra tersenyum melihat tingkah gadis yang lebih muda satu tahun ini. Seharusnya Gadis itu memanggilnya dengan sebutan ‘Eonni’ tapi karena dulu mereka satu angkatan ketika masih SMA, Hyun Ra menerima saja takdir itu.

            “Kau pasti tahu bahwa ajakanku kemarin untuk bertemu tak lain hanya untuk membahas hubungan kalian. Kau dan Kyu Hyun.”

            “Lalu?”

            “Kau tahu? Sebenarnya Kyu Hyun masih sangat mencintaimu. Hari ini, sebelum aku datang kesini, aku lebih dulu mendatangi rumahnya. Sial. Aku melihat pria-yang-ku cintai sedang dalam keadaan yang amat tidak baik. Wajahnya lusuh dengan lingkaran hitam di bawah matanya. Setelah ku buatkan makanan, barulah dia mau bercerita. Kau lah penyebabnya. Dia frustasi karena sikapmu―”

            “Cukup! Hentikan Hyun Ra-ya! Kalau pertemuan kita disini hanya untuk menceritakan tentang keadaannya, sebaiknya dari awal pun kita tak perlu bertemu. Apa? Kau mau menyalahkanku karena keadaannya sekarang? Silahkan! Tapi kau perlu tahu bagaimana sakitnya aku saat ia mengabaikanku selama empat bulan terlebih sikapnya saat kita bertemu beberapa hari yang lalu. Sudahlah, tak perlu membicarakannya lagi. Sudah ku katakan padanya bahwa aku akan melupakannya dan itu pasti.” Hyun Hae menghembuskan nafasnya kasar, menyesap cokelat panasnya yang telah dingin kemudian bangkit dari duduknya, “Aku pergi.” Pamitnya.

            Hyun Ra masih mematung dalam duduknya seraya menatap sisa makanan Hyun Hae. Jantung Gadis itu berpacu sangat cepat. Rangkaian kalimat demi kalimat Hyun Hae masih berputar-putar di otaknya. Tak ada jalan lain, pasti Kyu Hyun akan kehilangan Hyun Hae, pikirnya. Hyun Ra memutar bola matanya seraya menghembuskan nafas. Dan dalam hitungan detik Gadis itu bangkit dari duduknya menyusul langkah Hyun Hae.

            Hyun Hae mengambil langkah lebar agar lebih cepat sampai di halte. Hatinya masih panas bila mengingat uraian cerita Hyun Ra. Saat ini ia masih dalam proses melupakan dan terbiasa tanpa Kyu Hyun. Tapi, Gadis itu hampir mengurungkan niatnya karena cerita yang ia berikan. Hatinya terlalu sakit bila mengingat semua sikap Kyu Hyun yang menyebalkan. Hyun Hae menyandarkan tubuhnya di bangku halte, sedangkan kepalanya ia sandarkan ditiang halte. Ia mencoba menenangkan hatinya yang panas dengan cara memejamkan mata dan mengatur nafasnya. Dan lagi. Kalimat Hyun Ra membuat otaknya sulit untuk bekerja. Benarkah keadaan Kyu Hyun seperti itu karenanya?

            “Hyun Ha-ya.” Panggil seorang Pria yang tak lain adalah Chang Min.

            Hyun Hae membuka matanya dan tersenyum melihat ‘malaikat penyelamat’nya berdiri di hadapannya dengan raut wajah khawatir.

            “Aku baik-baik saja.” Ucapnya mengerti apa yang sedang Chang Min pikirkan, “Apa yang kau lakukan disini?” tanya Hyun Hae lanjut.

            “Dari rumah temanku. Dan kau?”

            “Bertemu dengan teman lama. Kau membawa mobil?”

            “Tentu. Ayo! Kita pulang.” Ajak Chang Min dan dijawab dengan anggukan kecil Hyun Hae.

            Chang Min berjalan lebih dulu ke mobil, membuka pintu samping untuk Hyun Hae, setelah Hyun Hae masuk, giliran dirinya yang membuka pintu untuk dirinya sendiri. Chang Min lebih memilih diam dan fokus pada jalanan, begitu pula dengan Hyun Hae. Tak ada yang memulai pembicaraan.

            “Aku tadi bertemu dengan Hyun Ra.” Hyun Hae memulai pembicaraan setelah beberapa menit sebelumnya bungkam.

            “Siapa dia?”

            “Dia teman masa SMAku. Gadis yang juga mencintai Kyu Hyun.”

            “Untuk apa kalian bertemu?”

            “Berbicara tentang Kyu Hyun. Ah! Aku benci hal ini. Padahal aku dalam masa melupakan Kyu Hyun tapi gadis itu malah memberitahuku kabar tentang Kyu Hyun. Dia bilang Kyu Hyun frustasi karenaku.”

            “Apakah hal itu berdampak untukmu?”

            Hyun Hae terlihat berfikir, “Eum, tidak. Tidak sama sekali.” Sahutnya begitu tegas.

            “Baguslah. Kau sudah makan?”

            “Belum. Aku hanya memesan camilan saat di café tadi. Kau mau mengajakku makan?"

            “Sure.”

            Chang Min segera mengemudikan mobilnya menuju salah satu café di daerah tersebut. Tak butuh waktu lama, karena selain jaraknya yang dekat dan jalanan yang agak sepi mereka bisa cepat sampai di café yang kental dengan nuansa Perancis.

            Chang Min turun dari mobilnya kemudian berlari kecil ke pintu samping untuk membukakan pintu Hyun Hae, “Terima kasih.” Ucap Hyun Hae.

            Keduanya berjalan beriringan memasuki café tersebut. Tampak dua orang pelayan Pria dan Wanita membukakan pintu untuk mereka, “bienvenue.” Ucap dua pelayan itu secara kompak.

            Chang Min dan Hyun Hae segera menuju meja yang letaknya di dekat jendela, tempat favorite Hyun Hae. Chang Min menarik kursi untuk Hyun Hae lalu mempersilahkan ia duduk layaknya putri kerajaan.

            “Ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang pelayan wanita yang memakai kemeja berwarna cokelat muda itu ramah.

            “Aku pesan satu porsi Baguette sandwich dan melon juice.” Sahut Hyun Hae

            “Baiklah. Dan tuan?”

            “Quice et Saumon Crevettes dan lemon juice.” Sahut Chang Min

            “Baiklah. Tunggu sebentar pesanan akan segera datang.”

            “Jadi kau benar-benar akan melupakan Kyu Hyun?” tanya Chang Min setelah pelayan itu pergi.

            “Jadi kau meragukanku? Aku pasti melupakan dia. Memang saat ini aku masih dalam proses. Tapi, aku yakin lambat laun aku pasti akan melupakan dia seperti dia melupakanku. Aku lelah Chang Min-ah diperlakukan seperti itu.”

            “Lalu apa kau akan menerimaku sebagai kekasihmu?”

            Hyun Hae melebarkan matanya. Terkejut.

            “Hahahah, tidak aku hanya bercanda.”

            “Jangan menjadi kekasihku karena aku lebih suka jika kau menjadi sahabatku yang selalu ada kapan pun aku butuh dan tanpa kuminta.”

            Otot saraf Chang Min menegang. Ia menelan ludahnya sebentar sebelum tersenyum. Ya. Ia harus tersenyum, bukan? Walau sebenarnya hatinya begitu sakit mendengar penjelasan langsung dari Hyun Hae. Tapi, bila dipikir-pikir lagi, asalkan ia bisa terus berada disamping Hyun Hae karena gadis itu memang membutuhkannya, maka hal itu sudah sangat cukup untuknya.

            Chang Min mengurungkan niatnya untuk berbicara saat seorang pelayan tiba membawakan pesanan mereka. Pelayan itu menata hidangannya dengan sangat apik di meja. Kemudian mempersilahkan mereka menyantapnya dengan bahasa yang sangat sopan.

            “Terima kasih.” Sahut keduanya.

            “Jadi selamanya aku akan menjadi sahabatmu?” tanya Chang Min setelah menyesap minumannya.

            Hyun Hae menggidikkan bahunya sambil tersenyum nakal. Rupanya gadis dihadapannya ini gemar menggoda dirinya.

            “Baiklah. Berarti aku harus segera mencari gadis lain untuk ku jadikan kekasih.”

            “Yak! Bagaimana denganku? Bila kau memiliki kekasih kau pasti tak kan perduli lagi padaku dan lebih mementingkan kekasihmu.” Protes Hyun Hae dan sontak membuat Chang Min terkejut.

            “Ma..maksudku, kau pasti mengabaikanku dan akhirnya aku kehilangan sahabatku.” Ucap Hyun Hae

            “Memangnya kenapa jika kau kehilanganku?” tanya Chang Min dengan senyum menggoda.

            “Yak! Jangan besar kepala dulu. Aku hanya tak ingin menyia-nyiakan sahabat sebaik dirimu. Karena … susah mencari sahabat sebaik dan penuh perhatian sepertimu.”

            “Ah! Bilang saja jika kau takut kehilangan orang yang diam-diam kau cintai.”

            “Yak! Chang Min-ah! Kau ini!” gerutu Hyun Hae seraya memukul lengan Chang Min.

            Chang Min meringis kecil kemudian keduanya tertawa bersama.

            Dari dalam mobil yang di parkir di depan sebuah café, seorang Pria sedang tersenyum miris melihat keakraban keduanya. Sebenarnya matanya panas saat menyaksikan pemandangan ini. Tapi, saat ia melihat Gadis itu tertawa lepas, ia mengurungkan niatnya. Pria itu sangat merindukan gadis yang masih sedang tertawa di dalam café itu. Ia merindukan segala tentang gadis itu. Sebenarnya ia bisa saja turun dari mobil lalu menghampiri gadis itu, tapi tidak. Langkah kakinya  berat walau hanya dilangkahkan barang selangkah saja. Pria itu tersenyum melihat Gadis itu tertawa bersama Pria yang ada di depannya. Ya. Dia bahagia melihat Gadis itu tertawa dan tak bermuka masam. Setelah puas memandangi wajahnya dari kejauhan, Pria itu lantas menyalakan mesin dan pergi dari tempat itu.

~oOo~

            Kyu Hyun membalikkan posisi tidurnya, dari miring ke sebelah kanan menjadi terlentang. Sebelah tangannya ia letakkan di bawah kepalanya, sedang sebelahnya lagi ia gunakan untuk mengutak-atik ponselnya. Ini sudah dini hari, tapi matanya masih enggan untuk terpejam. Pikiran Pria dengan paras tampan itu sedang berkecamuk. Dan ya, penyebabnya adalah Hyun Hae. Gadis yang membuatnya susah tidur selama satu minggu ini. Hari ini adalah hari ketujuh dari hari jadi mereka, dimana saat itu Hyun Hae mengatakan bahwa ia akan melupakan Kyu Hyun. Dan kini, satu minggu sudah batinnya meronta. Ia menginginkan Hyun Hae kembali, tapi sampai detik ini pun tak ada usaha yang ia lakukan demi gadis itu.

            Kyu Hyun mencoba untuk tidur. Namun gagal. Pikirannya terus dipenuhi gadis dengan mata besar itu. Ia pun bangkit dari tidurnya kemudian duduk menyilangkan kakinya di atas kasur. Tangan kanannya membuka laci di samping tempat tidur, kemudian mengambil album foto yang tampak sudah lama tak disentuh olehnya. Dengan perasaan gugup, Kyu Hyun mulai membuka sampul album foto itu. Senyumnya mengembang saat ia melihat dua buah tanda tangan berbeda dibalik sampulnya. Tanda tangan itu milik sang empunya album―Kyu Hyun dan Hyun Hae. Puas dengan tanda tangan mereka, ia beralih ke halaman selanjutnnya. Ia kembali tersenyum saat melihat foto pertama mereka yang diambil tepat disaat Hyun Hae menerima cintanya, dua tahun lalu. Kyu Hyun memandangi wajah Hyun Hae yang masih lugu itu. Tampak cantik, dan kecantikan Hyun Hae masih sama sejak dulu hingga sekarang. Kemudian matanya beralih ke foto kedua, foto itu diambil saat ulang tahun Hyun Hae. Saat itu, tepat pukul 12 malam Kyu Hyun mendatangi rumah Hyun Hae demi mengucapkan selamat ulang tahun dan mereka merayakannya sepanjang malam hingga pagi. Akibatnya, saat pelajaran berlangsung baik Hyun Hae atau pun Kyu Hyun sama-sama tak kuat menahan kantuk dan akhirnya mereka berdua dihukum mengangkat kedua tangan diluar kelas selama pelajaran itu berlangsung.

            Kyu Hyun terkekeh mengingatnya. Ia kembali membuka lembar selanjutnya, berbagai foto mereka ambil diberbagai tempat dan suasana. Hingga tangannya berhenti di sebuah foto yang bertuliskan ‘Happy 1st Anniversary Chagi-ah’, tulisan tangan itu milik Hyun Hae. Ia tersenyum miris, foto yang mereka ambil satu tahun yang lalu tampak begitu menyesakkan hatinya. Seharusnya, dihari jadi yang kedua tahun mereka kemarin foto serupa juga bisa diabadikan. Tapi, karena kesalahannya lah semua menjadi seperti ini.

            “Tak ada cara lain. Aku harus menemuimu hari ini juga.” Gumamnya.

            Kyu Hyun menutup album foto mereka, menarik selimut kemudian mematikan lampu.

            Pagi harinya, dengan t-sirth merah lengan tiga per empat ia telah siap menemui Hyun Hae. Di pagi seperti ini gadis itu biasa mengunjungi sebuah café untuk sarapan. Kyu Hyun mengemudi mobil hyundainya dengan kecepatan sedang. Hari ini, ia harus meyakinkan Hyun Hae bahwa dirinya masih sangat mencintai gadis itu dan berniat untuk mengulang semuanya dari awal.

            Saat memasuki kawasan café yang biasa Hyun Hae datangi, pria itu menangkap punggung seorang gadis dengan jaket tipis berwarna abu-abu sedang berjalan diantara kerumunan banyak orang. Kyu Hyun segera menepikan mobilnya tak jauh dari café, ia melihat gadis itu yang tak lain adalah Hyun Hae masuk ke dalam café dan duduk di dekat jendela. Setelah memastikan mobilnya aman, Kyu Hyun segera menyusul Hyun Hae. Gadis itu terlalu sibuk dengan ponsel androidnya hingga tak menyadari seseorang sedang memantaunya dan berusaha menghampirinya. Hingga saat seorang pelayan datang membawa pesanannya, baru lah ia menyadari bahwa pria yang telah berhasil ia lupakan sedang berdiri tepat dihadapannya. Entah setan mana yang merasukinya, tiba-tiba Hyun Hae kehilangan selera makannya dan raut wajahnya berubah menjadi datar. Sadar bahwa Pria itu akan menghampirinya, Hyun Hae segera bangkit dari duduknya setelah menyesap sedikit cappucinonya yang masih panas. Hyun Hae mengambil arah yang berbeda dari tempat Kyu Hyun berdiri. Dan Kyu Hyun hanya membiarkan ia berbuat seperti itu. Setelah Hyun Hae keluar, barulah ia menyusul ‘gadisnya’ itu.

            “Tunggu.” Cegahnya seraya menahan lengan Hyun Hae.

            Gadis itu menepis tangannya, lalu melanjutkan langkahnya.

            “Tunggu.” Cegahnya lagi sambil tetap menahan lengan Hyun Hae.

            Hyun Hae kembali menepis tangannya, namun kali ini cengkraman Kyu Hyun lebih kuat. Ia menyerah, membiarkan cengkraman tangan Kyu Hyun melonggar dan terlepas dengan sendirinya.

            “Aku ingin bicara.” Ungkap Kyu Hyun.

            Hyun Hae tetap diposisinya―membelakangi Kyu Hyun. Saat mendengar bahwa Kyu Hyun ingin bicara, ia kembali berjalan. Ia tak berminat mendengarkan ungkapan yang lebih seperti ocehan dari Kyu Hyun barang secuil pun. Hyun Hae mempercepat langkahnya dan dengan satu kali tarikan, tubuhnya telah berada dalam pelukan Kyu Hyun. Gadis itu memberontak, tapi Kyu Hyun semakin mengeratkan pelukannya.

            “Lepaskan.” Perintahnya penuh penekanan.

            Kyu Hyun menggeleng, “Tidak. Aku ingin memelukmu seperti ini, saat ini dan selamanya.”

            Hyun Hae kembali memberontak dan Kyu Hyun semakin mengeratkan pelukannya. Akhirnya, jalan akhir yang ia tempuh adalah menginjak kaki Kyu Hyun dengan keras. Kyu Hyun sedikit kaget dengan sikapnya itu, pelukannya melonggar dan saat itu lah Hyun Hae melepaskan diri dari pelukan yang lebih mirip jeratan untuknya.

            “Apa yang kau lakukan, hah?!” maki Hyun Hae. Ia menatap nanar pria yang sedang meringis kesakitan dihadapannya ini, kemudian segera berlalu dari hadapannya.

            “Tunggu aku! Sudah kukatakan ada yang ingin aku bicarakan denganmu Hyun Hae-ya.” Teriak Kyu Hyun yang membuat segelintir orang melihat ke arahnya.

            Gadis itu berhenti, ia menyerah. Karena sekuat apapun dia menolak pasti akan kalah dengan keinginan Kyu Hyun. Ya. Ia tahu, bila Kyu Hyun telah menginginkan sesuatu, pasti Pria itu akan berusaha mati-matian untuk meraih keinginannya. Hyun Hae membalikkan badannya dengan lemas, memasang wajah datar setelah menghembuskan nafasnya, “Apa?”

            Kyu Hyun melangkahkan kakinya kemudian menarik tangan Hyun Hae ke sebuah jalan yang agak sepi. Ia kembali memeluk Hyun Hae, namun kali ini tak ada aksi memberontak dari Hyun Hae. Gadis itu lebih memilih menuruti apa keinginan Kyu Hyun. Jujur saja, jika ia tak menopang hatinya dengan kuat, detik ini juga ia pasti akan membalas pelukan Kyu Hyun. Ia kembali merasakan getaran itu, getaran yang dulu pernah ia rasakan saat Kyu Hyun pertama kali memeluknya dihari jadi mereka. Tidak. Itu tak boleh terjadi lagi. Cukup saat itu dia merasa bahwa Pria yang sedang memeluknya ini tak akan menyakitinya. Setelah cukup lama, Kyu Hyun melepaskan pelukannya. Kedua tangannya ia letakkan dibahu Hyun Hae.

            “Bisakah kau pergi dariku tanpa memberitahuku?” lirih Hyun Hae dengan tatapan menusuk.

            Kyu Hyun membisu, ia sedikit melonggarkan kedua tangannya dibahu Hyun Hae kemudian menurunkannya dari sana.

            “Apa?” tanya Kyu Hyun berusaha meyakinkan bahwa kalimat yang baru saja ia dengar adalah salah.

            “Aku bertanya padamu. Bisakah kau pergi dariku tanpa memberitahuku? Tanpa meninggalkan jejak sedikit pun yang dapat membantuku menemukan dirimu. Aku lelah Kyu. Aku lelah kau permainkan seperti ini. Sejak empat bulan yang lalu, kau kemana saja? Kenapa baru kali ini kau datang padaku lalu memelukku? Membuat hatiku kembali bergetar hebat dan membiarkanmu merasakan getarannya. Seminggu yang lalu, saat aku mengatakan bahwa aku akan melupakanmu hatiku hancur, benar-benar hancur. Ingatkah kau, bagaimana sikapmu saat itu? Kau pikir aku tak sakit hati karenamu?”

            “Aku minta maaf Hae. Benar-benar minta maaf. Ini semua salahku. Ya. Aku mengakuinya. Tapi kini aku benar-benar ingin kau kembali dan mari kita mulai dari awal lagi, memperbaiki semuanya.”

            “Kau tahu, bukan? Jika aku telah berjanji, maka aku akan menepati janji itu. Satu minggu yang lalu. Ingatkah kau apa janjiku?”

            “Kau akan melupakanku.” Sahut Kyu Hyun lemas.

            “Rupanya kau masih ingat. Lalu kenapa saat ini kau hadir dihadapanku? Kau ingin memintaku kembali? Sayang sekali, hatiku terlalu sakit karenamu. Seandainya sikapmu seperti ini seminggu yang lalu atau pun dua minggu yang lalu, tentu aku akan menerimamu dengan senang hati. Tapi hari ini, sungguh pintu hatiku telah tertutup rapat darimu.”

            “Hyun Hae-ya tak bisakah kita―”

            “Tidak bisa.” Potong Hyun Hae, “Aku tak bisa melanjutkan atau pun memulai dari awal lagi Kyu. Aku bahagia dengan kesibukan hidupku, karena dengan itu aku bisa melupakanmu secara cepat. Maaf, tapi sungguh aku tak bisa.”

            Kyu Hyun menatap dalam mata Hyun Hae, coba mencari puing-puing cinta yang barangkali bisa ia gunakan agar gadis yang amat dicintainya ini tak pergi. Tapi, benar. Hyun Hae sepenuhnya telah menghapus ia dari hatinya tanpa bekas sedikit pun. Tubuh Kyu Hyun melemah. Jika sebelumnya ia adalah pria yang kuat, namun bisa menjadi lemah seketika karena gadis ini. Hanya gadis itu yang mampu membuatnya menjadi pria lemah seperti ini. Kyu Hyun menghirup udara, mengatupkan kelopak matanya, kemudian membukanya sambil menghembuskan nafas pelan. Ia meminggirkan tubuhnya―mengisyaratkan Hyun Hae boleh pergi. Tak ada yang dapat ia lakukan lagi. Semua kesalahan yang telah diperbuatnya harus ia tanggung sendiri. Kyu Hyun memalingkan wajah dari Hyun Hae saat gadis itu berusaha menatapnya sebelum pergi.

            “Maaf.” Sesal Hyun Hae kemudian pergi meninggalkannya.
 
        Sesak dan sakit. Dua rasa itulah yang sedang Kyu Hyun rasakan. Gadis itu tak lagi menjadi ‘gadisnya’, sekalipun ia masih mengakuinya, namun tidak dengan gadis itu. Setelah ini, masih mampukah ia mencintai Hyun Hae tanpa berniat untuk melupakannya, lagi?

END

Nb : Jika ada typo mohon diberitahu yaa.. demi kemajuan FF saya jangan segan-segan memberikan komentar panas dan pedas sekalipun, selama itu bermanfaat untuk saya.
Gomawo^^

Minggu, 10 Maret 2013

SECRET LOVE STORY (Chapter 2 : When I'm Falling In Love)







Title                 : Secret Love Story
Chapter 2 (When I'm Falling In Love)

Author             : Kang Hyun Hae

Gagasan Ide    : Lee Jae Hyun

Credit Pict by  : Lee Jae Hyun

Cast :
Cho Kyu Hyun

Kang Hyun Hae

Lee Jae Hyun a.k.a Kyu Hyun Noona

Kang Seung Hyun a.k.a Hyun Hae Ajhussi


===================================================================


            Aku membencimu, pria bermata elang yang menyebalkan! -- Jae Hyun

            Tas tangan berwarna putih itu terlempar begitu saja ke atas sofa. Sang Empunya lebih memilih melampiaskan kekesalannya pada tas yang tak berdosa itu. Jae Hyun-sang pemilik- juga menghempaskan tubuhnya begitu saja di samping tas putihnya. Melepaskan kuncir kudanya, memijat pelipisnya untuk menghilangkan pusing, kemudian menghembuskan nafasnya perlahan.

            “Sudahlah Noona, lupakan saja kejadian tadi.”

            Jae Hyun mendelik mendengar ucapan Kyu Hyun yang begitu ringan diucapkan, “Kau pikir aku bisa menerima begitu saja perlakuannya?!”

            “Kurasa begitu.”

            Jae Hyun menyambar tas tangannya kemudian berjalan meninggalkan Kyu Hyun yang sedang menatap bingung padanya.

~oOo~

            Ini sudah larut malam dan matanya masih enggan untuk terpejam. Kejadian tadi pagi masih terngiang dalam ingatannya. Senyumnya mengembang, sebentar kemudian meredup, lalu mengembang lagi sambil terkekeh. Tangan kanan yang digunakan untuk menutup matanya tak mampu membantu dia untuk tidur.

            Setelah agak lama, Seung Hyun memutuskan untuk bangun dari tidur palsunya. Berjalan keluar kamar menuju kamar Hyun Hae. Dilihatnya keponakannya itu telah membaur dengan mimpinya, dia tersenyum melihat wajah damai Hyun Hae ketika tidur. Dia tahu, Gadis yang kini tidur di hadapannya adalah Gadis kecil yang selalu menyembunyikan masalahnya sendiri. Menutupnya rapat dan bersandiwara di hadapan semua orang. Tapi, terkadang Gadis itu juga menangis seorang diri. Entahlah, dia juga tidak tahu manusia mana yang tega membuat malaikat kecilnya menangis.

            Seung Hyun mengusap pelan rambut Hyun Hae, mengecup keningnya sekilas kemudian berjalan keluar kamar. Waktu sudah menunjukkan pukul 2 KST, tapi matanya masih menolak kata mengantuk. Dia melangkahkan kakinya menuju halaman belakang, duduk di kursi dengan kepala yang sedikit mendongak.

            “Gadisku, siapa pun dirimu, kuharap malam ini kau bisa tidur nyenyak. Aku mencintaimu.”Gumam Seung Hyun. Dan tiba-tiba saja bayangan Gadis yang bertengkar dengannya kemarin kembali menggoda pikirannya. Seung Hyun tersenyum, “Gadis yang aneh.”

            Dia bangkit dari duduknya, lalu kembali ke kamar Hyun Hae. Entahlah, malam ini dia hanya ingin berbincang dengan siapa pun dan satu-satunya orang yang ada di rumahnya adalah Hyun Hae.

            “Boleh aku tidur di sini?” dia bertanya pada Hyun Hae yang sedang tidur, menunggu sejenak, kemudian memposisikan dirinya di samping Hyun Hae dengan posisi terlentang.

            Dia menghembuskan nafasnya perlahan,“Hyun Hae-ya, kau tahu? Malam ini aku tidak bisa tidur. Dan kau tahu apa alasannya? Sebenarnya aku juga kurang yakin bahwa dia lah penyebabnya. Tapi, wajah cantiknya selalu saja hadir dipelupuk mataku.”

            Seung Hyun membalikkan badannya menatap wajah Hyun Hae, “Aku harus bagaimana? Ini gila, bukan? Kita baru saja bertemu, tapi dia telah mencuri hatiku begitu cepat. Ah! Apakah aku jatuh cinta?”

            “Hyun Hae-ya..”rengeknya, “Sesuai janjimu, apakah kau akan membantuku? Mencari tahu tentang Gadis itu. Kumohon, kurasa aku bisa gila jika tak bertemu dengannya lagi. Aku berjanji, akan mengabulkan apa pun yang kau minta jika kau berhasil mencari tahu tentangnya.”

            Hyun Hae menyipitkan matanya saat merasa tempat tidurnya menyempit. Dia mengerjapkan mata beberapa kali, memastikan bahwa yang kini berada di depannya adalah sosok manusia yang sedang terpejam. Setengah sadar Hyun Hae mencoba mengingat wajah itu. Dan..

            “Ya! Ajhussi apa yang kau lakukan disini!?” pekik Hyun Hae dengan posisi duduk.
            Seung Hyun menggeliat sebentar, mencoba membuka matanya kemudian menyunggingkan sebuah senyuman, “Tidurlah. Aku tak kan berbuat hal aneh.”

            “Pergi! Ajhussi pikir aku ini anak kecil yang mau tidur dengan pamannya?! Cepat bangun! Lalu pindah ke kamarmu!” Hyun Hae semakin mengeraskan volume suaranya. Berisik. Bahkan sangat berisik di pagi yang seharusnya damai ini.

            “Kau tahu? Aku baru tidur tiga jam dan kau telah membangunkanku dengan suaramu yang berisik itu, huh!?”

            “Kenapa Ajhussi tiba-tiba tidur di kamarku? Ini mengerikan!” Hyun Hae bergidik saat membayangkan hal aneh akan menimpa dirinya.

            “Hei, gadis kecil. Kuharap kau segera membuang pikiran kotormu itu! Aku. Tidak. Sejahat. Yang kau bayangkan. Arraseo!?”

            Hyun Hae menautkan kedua alisnya, sejenak menatap Seung Hyun dengan tatapan menyelidik kemudian segera turun dari tempat tidurnya.

            “Karena Ajhussi telah menumpang di tempat tidurku, maka Ajhussi yang harus merapikannya.” Perintahnya sebelum memasuki kamar mandi.

            “Ya! Dasar anak kecil! Tak seharusnya kau menyuruh pamanmu seperti itu!”

            “Ajhussi! Hari ini kau harus mengantarku ke kampusku yang baru!”

            “Jangan mengalihkan pembicaraan!”

            “Hahahaha”

            Begitulah mereka, layaknya sepasang teman. Seung Hyun sadar, dirinya harus bisa menempatkan diri menjadi siapa pun bagi Hyun Hae. Karena dia tahu Hyun Hae membutuh sosok teman yang selalu ada untuknya.

            Hari ini adalah hari pertama Hyun Hae masuk ke Seoul Art University, sebelumnya dia adalah mahasiswa KyungHee University jurusan modern music, tapi kini dia ingin pindah dengan alasan yang tak mampu dipahami. Hyun Hae adalah gadis dengan tingkat suara di atas rata-rata, bakatnya itu diturunkan dari Ibunya yang dulu adalah seorang penyanyi.

~oOo~

            Tampak seorang Gadis dengan rok selutut dan kemeja berwarna peach berdiri di depan gedung bertuliskan Seoul Art University, Gadis itu meremas tangannya demi menghilangkan rasa gugup yang menyerangnya sejak kemarin.

            “Sudah siap?” sebuah suara yang sangat akrab di telinganya sontak membuatnya menoleh.

            “Aku gugup. Bolehkah aku mengundurkan diri? Kurasa bidangku bukan disini,” nada suaranya terdengar putus asa. Wajahnya mengiba, berharap sang Pria di depannya rela membiarkannya pergi. Tapi, bertolak belakang dengan yang diharapkannya. Pria itu menggenggam tangannya, lantas mengajaknya memasuki gedung bertingkat itu.

            “Yak! Lepaskan! Sudah kubilang ini bukan bidangku!” protesnya namun tak mendapat respon apapun dari Pria yang menggenggam tangannya.

            Hal yang sama juga dirasakan Gadis berambut cokelat dan bermata besar yang sedang mencengkram lengan Pria di sampingnya. Berkali-kali dia mengatur detak jantungnya agar berdetak normal seperti biasa. Tapi, gagal. Detak jantungnya malah berdetak empat kali lebih hebat dari biasanya.

            “Kenapa tanganmu dingin sekali? Kau gugup?”

            Gadis itu mengangguk, “Apa Ajhussi tak akan menemaniku?”

            “Yak! Kau pikir dirimu masih anak sekolah dasar yang harus kutemani? Kau ini sudah mahasiswa, bersikaplah dewasa.”

            “Tapi aku gugup.”

            “Setelah mengantarmu ke rektor universitas, aku segera pulang. Banyak pasien yang telah menungguku di rumah sakit.”

            Hyun Hae-gadis itu- menggembungkan pipinya. Apakah setelah ini dan seterusnya dia akan menjalani
hari-harinya di kampus ini seorang diri? Sama seperti nasibnya saat di kampus yang lama? Ah! Dia terlalu takut membayangkannya. Tapi, tanpa dibayangkan, ketakutannya muncul begitu saja dalam otaknya. Alhasil, hatinya merengek minta ditemani.

            Mereka akhirnya tiba disatu ruangan yang letaknya cukup strategis. Seung Hyun-Pria itu- mengetuk pintu bercat putih beberapa kali dan tak lama kemudian, sebuah suara yang berasal dari dalam ruangan menyuruh mereka untuk masuk. Perlahan Seung Hyun membuka pintu dan mendapati dua orang sedang duduk di dalam sana. Seorang pria dan wanita yang sepertinya..dia kenal. Pria dengan kemeja hijau dan dasi hitam itu bangkit dari duduknya lalu berjalan menghampiri mereka. Pria itu terlihat akrab dengan Seung Hyun.

            “Ah! Si dokter muda rupanya! Apa kabar sepupuku?” Pria itu memeluk Seung Hyun erat.

            “Aku baik Hyung. Ah ya, aku tak bisa berlama-lama disini, banyak pasien yang telah menungguku. Kutitipkan keponakanku ini padamu.”

            “Baiklah, tenang saja. Aku yang akan mengurusnya.”

            “Terima kasih, Hyung.” Seung Hyun menepuk pundak Pria yang dipanggil Hyung itu, “Baiklah. Aku harus pergi dulu.” pamitnya seraya menggidikkan kepalanya pada Gadis yang sejak tadi membelakangi mereka.

            “Dosen baru,” ucap Pria itu dan mendapat anggukan dari Seung Hyun.

            Setelah Seung Hyun keluar, Kim songsaengnim-Pria itu- mempersilahkan Hyun Hae duduk berdampingan dengan Gadis yang memakai kemeja berwarna peach dan rok putih.

            “Kalian tunggu disini, ada beberapa urusan yang harus kuselesaikan.” Perintahnya lalu segera meninggalkan ruangan itu.

            Tak ada suara dari keduanya. Mereka terlalu gugup walau sekedar untuk menyapa. Hyun Hae hanya melirik Gadis disampingnya dan..sepertinya dia mengenal Gadis dengan rambut hitam lurus itu.

            “Mahasiswa baru juga?” Hyun Hae memancing Gadis itu agar menoleh kepadanya. Dan ya! Akhirnya Gadis itu menoleh dan tepat! Dia lah Gadis yang pernah bertengkar dengan Ajhussinya itu.

            “E..Eonni..”

            “Kau? Kau gadis yang meleraiku waktu itu, kan?”

            Hyun Hae mengangguk.

            “Dimana Pamanmu?! Aku harus memberinya pelajaran!” sengit Jae Hyun-Gadis itu- seraya menolehkan kepalanya kebelakang.

            Hyun Hae mendengus melihat reaksi Gadis didepannya itu. Harusnya dia telah melupakan masalah itu, bukan mengingatnya dan ingin membalasnya, “Dia sudah pulang,” nadanya datar dan menurun diakhir kalimat.

            “Kenapa dia tak menemanimu!? Harusnya dia ada disini sehingga aku bisa memberinya pelajaran.”

            “Dia tadi disini, apa Eonni tak mendengar saat Ajhussi dan Kim Songsaengnim berbicara?”

            “Jadi itu dia!?” pekiknya tak percaya.

            Hyun Hae memutar bola matanya lalu mengibaskan tangannya di depan wajahnya, “Sudahlah. Lupakan masalah itu. Aku tahu dia tak sengaja melakukannya. Coba Eonni pikir, apa kejadian itu masuk akal? Pamanku menukar barangnya dengan barang Eonni, apalagi didalamnya ada barang pribadi Pria. Harusnya, jika dia ingin menukar barangnya, tentu bukan dengan barang milik Eonni, kan? Apalagi Eonni adalah wanita, Pamanku bukan tipe Pria dengan pikiran kotor.”

            “Tapi bisa saja, bukan? Dia sengaja menukarnya agar bisa berbicara dan bertemu denganku saat menyadari barangnya telah tertukar. Hah! Trik lama!”

            “Masih saja keras kepala,” Hyun Hae mendelik melihat betapa keras kepalanya Gadis cantik yang sedang dilanda api kebencian didepannya ini.

            “Kajja! Kalian harus segera masuk kelas.”Sebuah suara yang berasal dari arah pintu mengharuskan mereka menghentikan perdebatan kecil yang baru tercipta. Mereka sama-sama bangkit dari duduknya, merapikan penampilannya sejenak, kemudian berjalan ke luar ruangan.

            “Aku gugup,” lirih Jae Hyun pada Hyun Hae saat mereka telah berada di depan pintu kelas.

            “Sama, aku juga begitu Eonni.”

            Tak lama kemudian, Kim Songsaengnim memanggil mereka. Jae Hyun lebih dulu memasuki kelas itu dan Hyun Hae menyusul di belakangnya.

            “Perkenalkan, dia yang memakai kemeja bernama Cho Jae Hyun, dia adalah dosen baru kalian. Dan disebelahnya adalah Kang Hyun Hae dia akan menjadi teman baru kalian.” Kim Songsaengnim memperkenalkan dua Gadis cantik yang sedang berdiri di depan kelas.

            Riuh tepuk tangan bergemuruh dari para mahasiswa. Tak terkecuali Pria dengan T-shirt abu-abu yang sejak tadi lebih memilih menatap Gadis dengan rambut cokelat daripada Gadis berkemeja Peach yang memandang kesal ke arahnya.

            Setelah perkenalan, Hyun Hae mengambil kursi tak jauh dari kursi tempat Pria yang memandangnya sejak tadi duduk. Pria itu menoleh ke arahnya seraya melemparkan senyum dan dibalas dengan gerakan yang sama oleh Hyun Hae.

~oOo~

            Hari ini, seminggu sejak dirinya merasa jatuh cinta pada Gadis yang berdiri di depan kelas sebagai mahasiswa baru. Pikirannya tak pernah lepas dari Gadis itu. Setiap hari, dia semakin bersemangat saat kuliah dan merasa waktu berlalu sangat lamban saat kuliah libur.

            Pria itu adalah Cho Kyu Hyun, anak kedua dari pengusaha tekstil nomer satu di Korea. Tubuhnya yang tinggi dengan kulit putih pucat dan wajah tampan tak menutup kemungkinan banyak wanita yang tergila-gila padanya. Namun, hingga saat sebelum bertemu Gadis itu di Dongdaemun, tak ada satupun Gadis yang menarik perhatiannya kecuali dia, Gadis yang belakangan ini diketahuinya bernama Kang Hyun Hae.

            “Kurasa senyum itu terus melekat sejak seminggu lalu.” Tegur Jae Hyun ketika merasa hal aneh menimpa adik semata wayangnya.

            Kyu Hyun memutar kepalanya kesegala arah dan menyadari bahwa di rumahnya hanya ada dia dan Jae Hyun, “Kau berbicara padaku Noona?”

            Jae Hyun menyipitkan matanya, “Aniyo! Aku berbicara pada tembok!”

            “Astaga! Sejak kapan Noonaku memiliki kelainan seperti itu?” mata Kyu Hyun melebar.

            “Yak! Dasar bocah nakal! Aku berbicara padamu, bodoh.”

            “Hahaha.. Kenapa Noona? Apa yang terjadi padaku?”

            “Jangan bersikap bodoh! Kau sedang jatuh cinta, bukan? Katakan padaku siapa Gadis itu!” Jae Hyun menyusul Kyu Hyun duduk di sofa.

            Kyu Hyun menarik sudut kanan bibirnya ke atas, “Yakin Noona ingin tahu?”

            “Jangan menggodaku!” perintah Jae Hyun dengan tatapan membunuh.

            Kyu Hyun tersenyum, matanya menatap lurus ke depan, seolah Gadis itu berdiri tepat dihadapannya, “Dia Kang Hyun Hae.”

            Mata Jae Hyun melebar mendengar nama itu, “Yak! Gadis itu? Apa kau sudah gila? Bayangkan bila kau menikah dengannya, apa kau mau Noonamu ini selalu terlibat pertengkaran dengan Pria itu!?” protes Jae Hyun tak suka.

            Kyu Hyun terkekeh mendengar protes Jae Hyun. Apa Gadis itu lupa bahwa dia belum berkencan dengan Hyun Hae?, “Noona, sabarlah sebentar. Berpikirlah yang jernih. Aku dan dia belum berkencan apalagi berniat menikah. Jadi, Noona tak boleh beranggapan seperti itu. Bisa jadi, Noona yang akan lebih dulu menikah dengan Pria itu dibandingkan kami.”

            “Yak! Jangan berpikiran yang macam-macam! Aku.tak.akan.pernah.menikah dengannya! Ingat itu!” ucapnya penuh penekanan. Gadis itu lantas bangkit dari duduknya, menyambar jas putih dan tas tangannya lalu berjalan meninggalkan Kyu Hyun-menuju rumah sakit.

            “Hati-hati Noona. Jika amarahmu masih kau pendam, bisa jadi kau salah memberikan obat pada pasienmu!”

            Jae Hyun segera membalikkan tubuhnya dan menatap Kyu Hyun tajam, “Berhenti menggodaku atau kau kuberi nilai E dimata kuliahku!” ancamnya dan sukses membungkam mulut Kyu Hyun.

~oOo~



Karena cinta tak pernah salah ketika menancapkan anak panahnya. -- Seung Hyun

            Seung Hyun menggoyang-goyangkan kepalanya mengikuti irama musik yang mengalun dari earphone berwarna silver itu. Matanya menatap fokus ke jalan raya, namun pikirannya melayang lebih dulu ke tempat tujuannya. Pria itu kini sedang berada dalam perjalanan menuju St Mary Seoul Gangnam Hospital untuk bertemu seorang Dokter spesialis yang sama dengannya. Bukan karena rumah sakit itu yang membuatnya bahagia, tapi karena dokter yang akan bertemu dengannya lah yang membuat otaknya lebih dulu merangkai kejadian-kejadian yang akan terjadi menurut prediksinya. Menurut info yang dia dapatkan dari Hyun Hae, Gadis yang dulu pernah bertengkar dengannya adalah Dokter yang akan ditemuinya saat ini. Cho Jae Hyun, nama yang sangat indah untuknya. Nama yang membuatnya susah tidur tiga hari berturut-turut demi menanti hari ini tiba.

            Setelah mendapatkan surat untuk bekerja sama dengan rumah sakit tempat Jae Hyun bekerja, khususnya untuk menangani penyakit kanker, Seung Hyun yang awalnya menolak saat ini sangat bersemangat untuk menyetujuinya. Dan alasannya hanya satu, ingin lebih dekat dengan gadis yang berhasil menempati ruang kosong dihatinya. Gadis dengan tatapan membunuh tapi lembut itu berhasil membuatnya jatuh cinta dalam waktu kurang dari 10 menit!

            Dia merapikan rambutnya sejenak sebelum keluar mobil. Tangan kirinya memegang kartu nama bertuliskan Cho Jae Hyun dan tangan kirinya sibuk menekan nomer ponsel dokter muda itu.

            “Yeobosseo.” Sapa suara diseberang sana.

            “Apa kau berada diruanganmu?”

            “Tentu. Silahkan datang keruanganku, aku telah menunggumu.” Ucapnya halus namun tegas.

            “Baiklah. Aku segera kesana.” Senyumnya kembali mengembang. Gadis yang sebenarnya baik, namun keras kepala itu lagi-lagi menarik perhatiannya.

            Seung Hyun menutup pintu mobil, menatap bangunan bertingkat yang menjulang tinggi dihadapannya. Menghirup nafas sebentar kemudian tersenyum, “Takdir telah mempertemukan kita lagi.” Dia melangkahkan kakinya dengan cepat. Hatinya telah meronta agar segera bertemu dengan Si Pencuri Hatinya kini.

            Setelah sampai didepan suatu ruangan, dia kembali merapikan penampilannya sebelum mengetuk pintu.

            “Masuklah.” Sebuah suara yang sangat dirindukannya menyuruhnya untuk masuk. Dengan perlahan dia membuka pintu itu dan mendapati seorang gadis cantik dengan kemeja berwarna sky blue dan rambut yang dikuncir kuda sedang sibuk menulis sesuatu diatas meja kerjanya.

            “Silahkan duduk,” perintah Gadis itu sambil menulis-tanpa menatap Seung Hyun.

            Seung Hyun menuruti perintahnya, hatinya tertawa geli melihat Gadis yang telah membentaknya, kini bersikap sopan padanya. Dan ya, tentu dia tahu kejadian apa yang akan terjadi setelah ini.

            “Jadi kau yang bernama Kang Seung Hyun?” tanya dia masih tetap tak memandang lawan bicaranya.

            “Ya, itu aku.”

            Jae Hyun menautkan alisnya, merasa bahwa dia pernah mendengar suara itu. Dia mengangkat kepalanya dan terkejut melihat pria yang kini sedang duduk dihadapannya sambil tersenyum manis ke arahnya, senyum yang membuatnya muak dan ingin mengusirnya pergi dari tempat itu.

            “KAU!!!” pekik Jae Hyun tak percaya.

            Seung Hyun tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang putih, “Ya, ini aku.”

            “Apa yang kau lakukan disini!?”

            “Apa? Disini? Tentu bertemu dengan rekan kerjaku.”

            “Yak! Siapa yang menyuruhmu? Aku akan bertemu dengan Kang Seung Hyun! Bukan kau!” Jae Hyun semakin kalut dibuatnya.

            “Nona Cho, Kang Seung Hyun itu adalah aku.”

            “Kau! Kau pasti bercanda! Lagi-lagi kau merencanakan ini agar bertemu denganku, kan!?”

            “Merencanakan apa? Aku hanya menerima tugasku! Jangan besar kepala!”

            “Aku tak mau menerima tugas ini! Pergi dari ruanganku!”

            Seung Hyun terkekeh melihat rahang Jae Hyun menegang. Dia melipat kedua tangannya di atas meja dan sedikit mencondongkan tubuhnya,“Kau lupa? Jika kau menolak tugas ini, maka kau akan di pecat. Kau mau?”

            Jae Hyun merasa jantungnya berdetak dua kali lebih cepat kala Pria itu mencondongkan tubuhnya dan menatapnya dengan tatapan yang lembut namun tegas. Apalagi, mata Seung Hyun yang seperti mata elang menambah kesan manly untuknya. Dia mengatur detak jantungnya sejenak, “Ak.. Aku tahu!”

            Seung Hyun tertawa melihat reaksi Jae Hyun. Perasaan gugup yang berusaha disembunyikan, “Kenapa terbata-bata seperti itu? Kau gugup karena aku menatapmu seperti ini?” Seung Hyun semakin mencondongkan tubuhnya sehingga membuat Jae Hyun sedikit memundurkan tubuhnya.

            “A.. Aaa.. Apa yang kau lakukan?”

            Seung Hyun tertawa geli, “Tak ada. Aku hanya suka melihatmu sedekat ini. Kau.. Semakin cantik bila dilihat dari jarak sedakat ini.” Goda Seung Hyun dan sontak membuat Jae Hyun mendorong tubuhnya.

            “Dasar dokter gila! Aku tak mau menjadi rekan kerjamu! Biar saja aku di pecat, aku masih punya pekerjaan yang lain. Pergi kau!”

            “Menjadi dosen? Lalu apa kau mau Appamu mengusir dan mencoret namamu dari daftar anaknya? Kudengar Appamu lebih mendukung profesimu sebagai dokter daripada dosen.”

            “Kau! Dasar psikopat! Darimana kau mendapatkan informasi tentangku!”

            “Cho Kyu Hyun. Adik semata wayangmu yang sangat kau sayangi itu dengan mudahnya memberikan informasi tentangmu pada keponakanku, Hyun Hae.”

            “Cho Kyu Hyun.. Matilah kau!” geramnya membayangkan kini adiknya pasti sedang tertawa bahagia karenanya.

            “Jadi apa kau masih menolak bekerja sama denganku, Nona Cho?” tanya Seung Hyun dengan tatapan mengejek.

            Jae Hyun hanya mendelik pada Seung Hyun, kemudian mengemasi barang-barangnya dan menatap tajam Seung Hyun sejenak. Dia melangkahkan kakinya keluar ruangan.

            “Kuanggap tatapanmu itu sebagai jawaban persetujuan bahwa kau menerimanya.”

            Kalimat itu, bagaikan sebuah bom atom yang memecahkan kepalanya membuat Jae Hyun sontak membalikkan badannya dan menghampiri Pria itu yang masih duduk di kursi tamu.


TBC




huwwaaaaaa >,
selesaii jugaaaa ^^
maaf yaa karena typo bertebaran dimana-mana kkkk~